Kamis, 21 Maret 2013

Terapi Humanistik-Eksistensial



A.    Latar Belakang Humanistik Eksistensial
Istilah Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

B.     Proses Terapeutik
Sasaran Terapeutik
Sasaran dasar dar banyak sistem terapeutik adalah membuat individu mampu menerima kebebasan yang menimbulkan kekaguman untuk bertindak serta bertaggungjawab yang harus dipikul atas tindakan itu. Eksistensialisme berpendapat bahwa orang tidak bisa melarikan diri dari kebebasan, dalam arti bahwa kita selalu dituntut untuk memikul tanggung jawab. Namun, kita bisa mengingkari kekbesan kita, yaitu yang merupakan ketidakotentikan akhir. Terapi eksistensial berusaha agar klien bisa keluar dari belenggu yang kuat itu dan mau menantang kecenderungan mereka yang sempit dan  bersifat memaksa, yang merupakan ganjalan dari kebebasan mereka. Meskipun proses ini memberi si individu rasa terbebas dari kungkungan dan otonomi yang bertambah, kebebasan baru ini akan berakibat timbulnya kecemasan.
Anggapan terbaik tentang terapi eksistensial adalah bahwa terapi ini merupakan undangan kepada klien untuk mengenal cara-cara untuk tidak hidup sepenuhnya otentik dan membuat pilihan yang menuntun mereka hidup yang patut dan menjadi makhluk yang bekemampuan. Pendekatan ini tidak berfokus pada mengobati penyakit atau pengaplikasian teknik problem­-solving untuk bisa melakukan tugas yang kompleks demi terlaksananya kehidupan otentik.
Tugas eksistensial terapi adalah mengajar klien mendengarkan apa yang telah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri, meskipun mereka mungkin tidak memperhatikan apa yang telah mereka ketahui.

Aplikasi : Prosedur dan Teknik Terapeutik
Menurut Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapis.
1.         Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling
Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.
2.         Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling
Terapis eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi (May & Yalom, 1989; Yalom 1980).
Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis. Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.
3.         Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain : Implikasi Konseling
Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
4.         Pencarian Makna : Implikasi Konseling
Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.
5.         Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling
Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi lebih percaya diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari ramalan-ramalan akan datangnya bencana akan mejadi berkurang.
6.         Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling
Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.

Kelebihan Terapi Humanistik-Eksistensial
1.      Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri;
2.      Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri;
3.      Memanusiakan manusia.

Kelemahan Terapi Humanistik-Eksistensial
1.      Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal;
2.      Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas;
3.      Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri);
4.      Memakan waktu lama.

Referensi :
Corey, G. (1995). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Semarang : PT IKIP Semarang Press
Semiun,Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar