Carl Rogers dengan aliran konseling humanistik memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia itu adalah makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk bisa eraktualisasi diri).
Dengan pandangan dasarnya tentang manusia tersebut,
Rogers membagi teori kepribadiannya ke dalam 4 bagian yang paling utama, yaitu
:
1.
Teori Diri (Self-Theory)
Rogers dalam hal ini percaya bahwa pada
hakikatnya manusia berada dalam sebuah dunia yang tidak pernah berubah di mana
sesungguhnya, dialah yang menjadi pusat dari kesemuanya itu. Rogers percaya
bahwa diri(self) bukan merupakan sebuah struktur yang tetap, tetapi
merupakan struktur yang berada dalam suatu proses, memiliki kemampuan baik
untuk keadaan yang stabil maupun perubahan. Diri (self) sendiri terbagi ke
dalam alam sadar(conscious) dan alam tak sadar (unconscious).
Rogers juga menyebut nama organisme,untuk
semua pengalaman-pengalaman psikologis. Secara lebih jelasnya, organisme adalah
medan fenomenal yang hanya dapat diketahui oleh individu itu sendiri.
Pengalaman fenomenal itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu pengalaman sadar
(dilambangkan) dan pengalaman tak sadar (tidak dilambangkan).
2.
Kejadian dan Pengalaman yang bernilai
Person-centered therapy didasarkan
pada kepercayaan bahwa diri memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya sendirian. Person-centered
therapy mengutamakan pemahaman atas pengalaman-pengalaman pribadi yang
dialami oleh individu. Merasakan pengalaman (memahami) merupakan cara yang
akurat untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya.
3.
Potensi untuk tumbuh dan belajar
Rogers percaya
bahwa kecenderungan aktualisasi dan perkembangan diri melekat sangat kuat dalam
diri setiap manusia. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk tumbuh
dan berkembang sebagaimana mestinya sesuai dengan potensi-potensi yang
dimilikinya. Hanya saja, yang terkadang menjadi masalah adalah orang-orang
tersebut kurang paham mengenai kelebihan, kekurangan, dan potensi yang
dimilikinya itu.
4.
Kondisi-kondisi yang berharga
Pada dasarnya,
manusia memiliki kecenderungan untuk mengarahkan dan mempertinggi dirinya
sendiri. Sehingga manusia merasa memerlukan dua hal utama, yaitu penghargaan
positif dan penghargaan diri.
Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa
person-centered therapy memandang individu itu ada dari kebermaknaannya pada
diri sendiri, orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Individu bisa dikatakan
ada karena sumbangan yang diberikannya pada baik diri sendiri, orang lain,
serta lingkungannya.
Karakteristik Konseling
a.
Karakteristik Dasar Konseling
Konseling
dengan pendekatan person-centered therapy, menekankan beberapa karakteristik
utama, di antaranya adalah sebagai berikut :
v Pada dasarnya,
konseli yang ada dalam konseling memiliki daya potensi yang kreatif
v Konseling dan
terapi seharusnya hanya membantu konseli untuk menerima keunikan dirinya
dibandingkan dengan orang lain serta memperoleh kepercayaan dirinya
v Konseli dalam
proses konseling merupakan tokoh pusat (central figure), sedangkan
fungsi konselor hanyalah untuk membantu konseli mengakses kekuatan daya kreasi
mereka, agar mereka bisa mengeluarkannya dan memanfaatkaanya secara lebih
optimal
v Konselor
seharusnya dalam proses konseling tidak mencari-cari kesempatan untuk mendidik
atau mengajar konseli
v Konselor
bekerja ketika konseli sudah sepenuhnya memahami dan mengalami apa yang terjadi
di masa sekarang sesuai dengan pengaturan atau setting konseling
v Konselor
hendaknya menghormati konseli apa adanya
v Konselor
hendaknya mempercayai konseli sesungguhnya
b.
Prinsip Dasar Aplikasi Multikultural
Sensitivitas
serta pemberian penghargaan positif tanpa syarat kepada konseli yang memiliki
masalah dan kepercayaan kebudayaan serta latar belakang mereka, membuat person-centered therapy menjadi salah
satu
model konseling yang cukup populer. Sehingga meskipun
pertama kalinya digunakan di Amerika Serikat, namun person-centered therapy juga banyak dikenal di Jepang, Afrika
Selatan, Amerika Selatan, dan beberapa Negara di Eropa serta Inggris.
Pada intinya,
person-centered therapy bisa dilakukan secara tidak langsung dengan orang-orang
yang memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kita. Sebagai contohnya, jika
konselor terlalu menampilkan sikap kongruennya, maka para konseli akan lebih
mudah untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan lebih terbuka lagi. Tetapi Rogers
juga menyatakan bahwa model konseling yang dimilikinya paling cocok jika
digunakan di Amerika.
c.
Perkembangan Person-Centered Therapy
Person-centered
therapy mengalami beberapa fase perkembangan, yaitu :
v Konseling
Nondirektif, dimulai pada tahun 1940an, dan ditumbuh kembangkan oleh
Rogers sebagai metode terapi konseling tradisional
v Client-centered therapy, pada tahun
1950an. Ciri utamanya adalah mengubah pendekatan yang digunakan oleh Rogers,
dari teknik pendekatan non direktif, menjadi menghormati kemampuan konseli
untuk menjalankan proses konseling
v Person-centered therapy, selama tahun 1960an, Rogers lebih
menekankan konselingnya pada perkembangan diri, sehingga model konselingnya ia
ubah menjadi model konseling person-centered therapy.
Kondisi Intervensi
a.
Tujuan Konseling
Tujuan utama
pendekatan person-centered therapy adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif
sebagai usaha untuk membantu konseli menjadi pribadi yang utuh, yaitu pribadi
yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan dirinya dirinya. Tidak ditetapkan
tujuan khusus dalam pemdekatan person-centered, sebab konselor digambarkan
memiliki kepercayaan penuh pada konseli untuk menentukan tujuan-tujuan yang
ingin dicapainya dari dirinya sendiri.
Secara lebih
terperinci, tujuan konseling person-centered adalah :
v Membantu
konseli untuk menyadari kenyataan yang terjadi terhadap dirinya
v Membantu
konseli untuk membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman baru
v Menumbuhkan
kepercayaan diri konseli
v Membantu
konseli membuat keputusan sendiri
v Membantu
konseli menyadari bahwa manusia tumbuh dalam suatu proses
b.
Keadaan Konselor
Dalam konseling
menggunakan metode person-centered
therapy, yang harus ditunjukkan konselor pada konseli adalah tiga hal yang
paling utama, yaitu :
1)
Unconditional Positive Regard (Penerimaan
Positif tanpa Syarat/Acceptance)
Unconditional positive regard adalah suatu
keadaan yang sama dengan acceptance, menghormati serta menghargai. Meliputi
penegasan pada nilai-nilai konseli sebagai bagian dari manusia atau organisme
yang berpikir, merasa, percaya dan makhluk yang menyeluruh, diterima oleh
konselor dalam kondisi apapun tanpa syarat tertentu. Person-centered therapy
percaya jika konselor mampu menerima konseli apa adanya, maka konseli akan
mulai berpikir mengenai siapa dirinya sebenarnya, dan apa yang sebenarnya dia
inginkan. Dengan menunjukkan sikap acceptance seperti apapun konselinya, maka
konselor mengajak konseli untuk mulai menerima dirinya sendiri.
2)
Empathy (Empati)
Empati adalah
suatu keadaan di mana konselor berusaha untuk ikut merasakan apa yang konseli
rasakan, ikut masuk ke dalam dunia konseli, ikut melihat dan mengalami apa yang
dilihat dan dialami oleh konseli tetapi tidak ikut hanyut dalam dunia atau
kerangka berpikir konseli tersebut.
Macam-macam
empati :
a) Empati
intelektual, termasuk melihat dunia dari perspektif konseli dalam lingkup
intelektual
b) Empati emosi,
terjadi ketika secara alamiah atau spontan, konselor mulai merasakan emosi
dalam merespons dunia konseli dalam lingkup emosi
c) Empati
imajinasi, termasuk bertanya pada diri sendiri “Bagaimana jika saya berada pada
posisi konseli saya?”
3)
Congruence (Kongruen/
Asli/ Genuine)
Kongruen
didefinisikan sebagai ke otentikan atau keaslian dari diri konselor. Kongruen
yang dilakukan oleh konselor adalah benar-benar suatu kenyataan, keterbukaan,
dan kejujuran. Kongruen diartikan pula bahwa konselor mampu mengekspresikan
kedua hal baik positif maupun negatif pada konseli.
c.
Keadaan Konseli
Konseli yang
bisa dibantu menggunakan person-centered
therapy, di antaranya adalah konseli dengan kondisi awal sebagai berikut :
1)
Konseli takut pada konselor dan konseling
itu sendiri
2)
Konseli tidak bisa mengekspresikan
pengalaman-pengalamannya
3)
Konseli menggunakan pandangan orang
lain atau lingkungan sekitarnya dalam mengevaluasi tindakan dirinya
4)
Konseli menunjukkan perasaan negatif
baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, misalkan tidak bisa mempercayai
konselor
5)
Konseli belum bisa menerima tanggung
jawab pada diri sendiri
6)
Konseli sering memandang dunia dengan
suatu cara mekanik, sehingga menyulitkan diri untuk memisahkan objek dari
pengalaman, fakta, daan situasi eksternal.
d. Situasi Hubungan
Menurut person-centered therapy, jika kita
sebagai konselor bisa menyediakan tipe hubungan tertentu, maka orang lain akan
dapat menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, yang
mengakibatkan pada terjadinya perkembangan pribadi.
Dari sisi
Rogers, dijelaskan pula bahwa hubungan antara konselor dan konseli dicirikan
oleh adanya kedudukan yang sejajar dan kesamaan derajat antara konseli dan
konselor.
Beberapa poin
yang bisa digunakan untuk menunjang perubahan kepribadian konseli dalam
person-centered therapy adalah sebagai berikut :
1)
Ada dua orang dalam kontak psikologis
2)
Orang pertama disebut sebagai klien/
konseli yang berada pada tahap yang inkongruen, mudah dipengaruhi, dan cemas
atau khawatir
3)
Orang kedua yang dinamakan konselor
adalah orang yang kongruen dan terintegrasi dalam hubungan tersebut
4)
Konselor memberikan penghargaan positif
tidak bersyarat pada konseli
5)
Konseli melakukan pemahaman empati
sesuai dengan kerangkan berpikir konseli tanpa harus terhanyut dalam dunia
konseli dan berusaha untuk mengkomunikasikan empatinya tersebut pada konseli
6)
Yang dikomunikasikan kepada konseli
berupa empati maupun penghargaan positif tak bersyarat adalah komunikasi yang
sesedikit mungkin bisa diterima oleh konseli
Kekuatan Dari Perspektif Keragaman
Salah
satu kekuatan dari person-centered
approach adalah dampaknya pada bidang hubungan manusia
dengan kelompok budaya yang beragam. Penekanan pada kondisi inti
membuat person-centered approach berguna
dalam memahami beragam pandangan dunia. Filosofi yang mendasari person-Centered Therapy didasarkan
pada pentingnya mendengar pesan yang lebih dalam clientnya. Empati, kehadiran,
dan menghormati nilai-nilai klien adalah sikap penting dan keterampilan dalam
konseling klien pada budaya yang beragam.
Kekurangan Dari Perspektif Keragaman
Kelemahan
pertam adalah klien masih merasa belum puas dengan teori pendekatan ini, dan
meminta cara-cara yang lebih dari para profesional untuk dapat mempermudah
mereka dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi. Kelemahan kedua
dari pendekatan yang berpusat pada orang adalah bahwa
sulit untuk menerjemahkan kondisi terapi inti ke
dalam praktek yang sebenarnya dalam budaya tertentu. Kelemahan
ketiga dalam menerapkan pendekatan berpusat pada orang dengan klien dari
beragam budaya berkaitan dengan fakta bahwa pendekatan ini menilai suatu fokus
internal evaluasi.
Referensi :
Feist,
Jess & Gregory J, Fest. (2011). Teori kepribadian, edisi 7 buku 2.
Jakarta : Salemba Humanika.
Surya, Prof. DR. H. Mohamad. (2003). Teori-teori konseling. Bandung : Pustaka
Bani Quraisy